Kata onani mungkin sering terdengar, tetapi banyak dari kita merasa tidak nyaman untuk membahasnya secara terbuka. Di Indonesia, onani adalah salah satu topik yang masih dianggap tabu. Banyak orang memilih untuk menghindari diskusi ini karena merasa risih atau takut dihakimi.
Namun, jika kita mencoba melihat dari sudut pandang yang lebih objektif, topik ini menyimpan banyak informasi menarik yang patut dipelajari. Salah satu pertanyaan yang mungkin muncul adalah: dari mana sebenarnya istilah “onani” berasal? Apa arti dan sejarah di balik aktivitas ini?
Apa itu Onani?
Onani adalah istilah yang mengacu pada aktivitas seksual di mana seseorang mencapai kepuasan seksual melalui rangsangan pada diri sendiri. Aktivitas ini dapat dilakukan dengan bantuan anggota tubuh seperti tangan atau melalui alat bantu seperti piranti asmara.
Dalam bahasa modern, istilah “onani” sering digunakan untuk merujuk pada masturbasi, terutama pada pria. Meski memiliki stigma negatif di banyak budaya, para ahli kesehatan modern mengakui bahwa masturbasi adalah aktivitas yang normal dan memiliki manfaat kesehatan tertentu jika dilakukan secara wajar.
Sejarah dan Asal-Usul Kata “Onani”
Dikutip dari berbagai sumber, istilah “onani” berasal dari kisah Onan, seorang tokoh dalam Kitab Genesis (Kejadian) 38:7-10 dalam tradisi Yahudi dan Kristen. Kisah ini menjadi salah satu cerita yang sering dirujuk dalam diskusi mengenai aktivitas seksual yang dianggap menyimpang pada masanya.
Onan adalah anak kedua dari Yehuda, salah satu leluhur suku Bani Israel. Kisahnya bermula ketika kakak Onan, bernama Er, meninggal dunia tanpa memiliki keturunan. Menurut tradisi levirat, Onan diwajibkan menikahi janda kakaknya untuk meneruskan garis keturunan keluarga.
Hukum levirat sendiri adalah tradisi di mana seorang adik laki-laki menikahi janda kakaknya jika kakaknya meninggal tanpa meninggalkan anak laki-laki. Anak yang lahir dari pernikahan tersebut akan dianggap sebagai anak dari mendiang kakak.Namun, Onan menolak tanggung jawab ini. Setiap kali ia berhubungan seksual dengan istri mendiang kakaknya, ia memilih untuk melakukan coitus interruptus (metode tarik-keluar) dan membuang spermanya agar tidak terjadi kehamilan. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran berat oleh keluarganya dan oleh Tuhan dalam konteks cerita tersebut.
Mengapa Disebut Onani?
Peristiwa ini diabadikan dalam sejarah agama sebagai asal-usul istilah “onani.” Meski secara teknis apa yang dilakukan Onan adalah coitus interruptus, istilah ini akhirnya digunakan untuk merujuk pada aktivitas seksual pria yang melibatkan ejakulasi di luar hubungan seksual, termasuk masturbasi.
Stigma dan Larangan Masturbasi dalam Sejarah
Sejak kisah Onan, aktivitas onani telah menjadi topik kontroversial di berbagai budaya dan agama. Dalam tradisi Yahudi dan Kristen, onani dianggap sebagai tindakan dosa yang besar. Bahkan, dalam Kitab Talmud, seseorang yang melakukan masturbasi bisa dihukum mati.
Ketika Kekristenan berkembang, gereja semakin memperkuat larangan terhadap onani. Dalam pandangan mereka, persetubuhan hanya diperbolehkan untuk prokreasi (melahirkan anak) dan tidak boleh dilakukan semata-mata untuk kenikmatan. Bahkan, mereka yang melakukannya untuk kesenangan dianggap berdosa.Pandangan ini semakin diperkuat dengan hadirnya gaya hidup selibat (tidak kawin), yang dianggap sebagai bentuk kesucian ideal, yang harus diterapkan oleh pastor, biarawan, dan biarawati. Masturbasi—seperti aktivitas seksual lainnya yang dilakukan untuk kesenangan—dianggap bertentangan dengan prinsip ini.
Perubahan Perspektif di Era Modern
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan pergeseran budaya, pandangan terhadap onani mulai berubah, terutama pada abad ke-20. Di era ini, Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang mempelopori dekonstruksi stigma negatif terhadap masturbasi.
Para ahli kesehatan mulai meneliti manfaat dan dampak dari aktivitas ini. Hasilnya, masturbasi ditemukan memiliki manfaat tertentu, seperti:
- Meredakan stres
- Meningkatkan suasana hati
- Meningkatkan kualitas tidur
- Membantu eksplorasi diri
Kini, masturbasi tidak lagi dianggap tabu di banyak budaya modern. Bahkan, di beberapa negara, edukasi mengenai aktivitas ini menjadi bagian dari kurikulum kesehatan seksual yang dirancang untuk membantu orang memahami tubuh mereka dengan lebih baik.
Manfaat dan Pentingnya Edukasi Seksual
Edukasi seksual yang komprehensif adalah kunci untuk menghilangkan stigma dan mitos seputar aktivitas seksual seperti onani. Dengan edukasi yang tepat, orang dapat memahami bahwa masturbasi adalah bagian dari eksplorasi diri yang sehat, selama dilakukan dengan bijaksana.
Edukasi juga membantu masyarakat untuk memahami batasan-batasan kesehatan dan etika terkait aktivitas seksual. Misalnya, pentingnya menjaga kebersihan saat menggunakan piranti asmara atau memahami bahwa masturbasi berlebihan dapat berdampak negatif pada beberapa individu.
Onani adalah topik yang memiliki sejarah panjang dan kontroversi yang tidak sedikit. Meski sering kali dianggap tabu, diskusi yang lebih terbuka dan objektif dapat membantu kita memahami aspek medis, sosial, dan budaya dari aktivitas ini.
Melalui pemahaman yang lebih baik, kita dapat menghilangkan stigma dan mitos seputar onani, serta membangun budaya yang lebih inklusif dan penuh empati.