Baru-baru ini saya melakukan perjalanan ke Medan dan bertemu teman lama. Sebut saja namanya KT. Dia sudah menikah dan punya tiga anak. KT tahu saya suka seks, eeh maksudnya senang menulis mengenai seks, sehingga di pertemuan lalu, dia semangat sekali membahas mengenai perewitaan tersebut. Salah satu topik bahasannya adalah kondom.
KT bilang ke saya, kalau belum lama ini dia membaca Instastory dari seorang public figure yang menceritakan mengenai pengalaman penggunaan kondom tertipis. “Tahu enggak?” tanyanya seolah saya pakar kondom.
Kondom, Dari yang Panas-Dingin sampai Bergerigi
“Apaan??” jawab saya. KT lupa merek kondom yang disebut si public figure apa, tapi berdasarkan cerita si public figure, menggunakan kondom tersebut seperti ngeseks tanpa kondom. “Daging-dagingnya berasa…” begitu promo KT.
Cerita KT mengingatkan saya tentang pengalaman berseks ria beberapa tahun lampau, ketika saya sangat doyan mencoba macam-macam kondom. Mulai dari yang tipis, bergerigi, beraroma, sampai sensasi hangat dingin. Ketika itu, pasangan saya dulu–si Kakak–tidak suka dengan sensasi hangat dingin kondom. Menurutnya penisnya jadi menciut karena kedinginan. Padahal saya suka-suka saja sih. Enak gitu, vagina berasa sejuk seperti ada AC-nya di dalam sana.
Meski mencoba beraneka ragam kondom ceria, tentu saja tidak ada yang mengalahkan sensasi berkelamin tanpa sarung. Skin to skin memang paling the best. Kita bisa merasakan kehangatan sentuhan penis dan vagina secara maksimal. Begitu juga teksturnya, urat-urat kemaluan, pokoknya, asoy-lah!
Sayang, walaupun enak dan mantap, kalau partner seksnya banyak, kemungkinan untuk terkena penyakit kelamin itu sangat besar. Itulah mengapa ada sarung yang namanya kondom. Dan aneka macam dan bentuk si pengaman itu dibuat tidak lain untuk menggantikan sensasi gesekan kelamin asli yang imho sih enggak tergantikan.
Dari Mana Asalnya Kondom?
Obrolan mengenai kondom membuat saya bertanya-tanya dari mana asalnya kondom? Dan kenapa kondom akhirnya dibuat? Btw, di Injil tertulis kalau salah satu raja di Perjanjian Lama bernama Salomo memiliki 700 istri dan 300 gundik. Saya sempat berpikir, apakah yang Salomo meninggal karena penyakit kelamin atau?
Eniwei, saya baru tahu kalau kondom itu sebenarnya nama orang. Dilansir dari Historia.ID, Dr. Condom atau Earl of Condom adalah dokter dari abad ke 17 yang membuat kondom dari usus domba. Namun sebenarnya, kalau melongok jauh ke belakang, penggunaan sarung kelamin ini ternyata sudah ada sejak 11.000 SM. Ada penemuan lukisan laki-laki dengan penis mengenakan pelindung di dinding gua Grotte Des Combarelles dan diperkirakan lukisan tersebut sudah berumur 15.000 tahun.
Di belahan dunia lain, tahun 1400, di Tiongkok dan Jepang tercatat penggunaan selubung penis. Kalau di Tiongkok menggunakan usus domba atau kertas sutra yang diminyaki, di Jepang menggunakan tanduk binatang.
Dari penelusuran saya, masing-masing negara punya caranya sendiri melindungi penis. Mulai dari bertujuan untuk mencegah penyakit menular seks sampai kontrol kehamilan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan inovasi teknologi kesehatan, kondom yang awalnya diperuntukkan untuk laki-laki, kini juga ada untuk perempuan. Ada yang bentuknya seperti tampon, ada yang bentuknya seperti cincin di kedua ujungnya, terus ada juga yang berspons sehingga lebih mudah dimasukkan.
Begitulah, walau sudah ada kondom perempuan, tetapi tidak dipungkiri kondom laki-laki lebih laris dan umum digunakan. Bisa jadi karena penggunaan kondom untuk lelaki lebih sat set, sedangkan buat perempuan lebih kompleks–karena ya kurang familiar.
Pakai Kondom, Sayang…
Seperti kompleksitas ragam kondom, penggunaan maupun jenisnya, begitu jugalah relasi di masa kini. Kadang tak cukup satu perempuan atau laki-laki untuk menghangatkan dinginnya ranjang hohoho…
Atau, ketika dalam pencarian cinta sejati, kita sering mencoba sana-sini untuk menemukan pasangan yang tepat. Pencarian ini bukan tanpa konsekuensi. “Petualangan seks” tidak hanya berisiko mendatangkan patah hati dan kehamilan tidak diinginkan. Lebih dari itu, kemungkinan untuk terkena penyakit kelamin.
Menurut jurnal ilmiah berjudul “Analisis Angka Kejadian Penyakit Infeksi Menular Seksual” yang dipublikasikan oleh Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, disebutkan dewasa ini terjadi peningkatan infeksi menular seks akibat minimnya penggunaan kondom. Mirisnya lagi, ini dibarengi dengan peningkatan penggunaan pil antihamil. Apakah orang-orang lebih takut dengan kehamilan ketimbang infeksi menular seks?
Punya anak tanpa kesiapan mental dan finansial sama mengerikannya dengan infeksi menular seks yang tidak hanya menjangkiti organ genital tapi juga ketidaknyamanan tingkat tinggi. Herpes genital misalnya, bisa membuat kulit kelamin melepuh dengan sensasi panas dan sakit yang bisa bikin susah tidur. Belum lagi klamidia yang bisa mengganggu kesehatan organ reproduksi dan memicu kemandulan.
Penyakit sifilis, kalau sudah laten bisa menyerang otak, jantung, pembuluh darah, dan sistem kerja organ tubuh lainnya. Gimana? Penyakit menular seks tidak sebercanda itu. Dari hubungan seks yang lucu-lucu, erangan-erangan heboh, geliat peluh kulit keringat nan seru bila tidak dibarengi dengan tanggung jawab akan membawa pada kesesatan belaka.
Ini bukan menakuti atau iklan moral terselubung lho ya..
Ya sudah, untuk menutup cerita, saya akan spill pertimbangan membeli kondom ala saya. Tipis–tentu saja!, bungkusnya lucu, bergerigi, dan memberikan sensasi panas-dingin ketika dicelupin hihihi. Kalau kamu, kondom favoritnya apa?